Rabu, 25 Januari 2012

AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH "GOLONGAN YANG SELAMAT"

Rasulullah SAW bersabda “Telah terpecah orangorang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al-Jama'ah”. (H.R. Abu Dawud) Siapa sesungguhnya ahlussunnah wal jama'ah? Mengapa banyak yang mengaku ahlussunnah wal jama'ah, baik dari kalangan NU maupun Muhammadiyah, termasuk juga ahlul bid'ah?
Mengetahui siapa Ahlus Sunnah Wal Jama'ah adalah perkara yang sangat penting dan salah satu bekal yang harus ada pada setiap muslim yang menghendaki kebenaran sehingga dalam perjalanannya di muka bumi ia berada di atas pijakan yang benar dan jalan yang lurus dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wata'ala sesuai dengan tuntunan syariat yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu 'alai wassallam empat belas abad yang lalu.
Dari penjelasan hadis di atas, sudah merupakan sunnatullah bahwa umat ini akan terpecah, dan kebenaran sabda beliau telah kita saksikan pada zaman ini yang mana hal tersebut merupakan suatu ketentuan yang telah ditakdirkan oleh Allah Yang Maha Kuasa dan merupakan kehendak-Nya yang harus terlaksana dan Allah Maha Mempunyai Hikmah dibelakang hal tersebut.
Syaikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullahu menjelaskan hikmah terjadinya perpecahan dan perselisihan tersebut dalam kitab Lumhatun 'Anil Firaq cet. Darus Salaf hal.23-24 beliau berkata :
“Perpecahan dan perselisihan merupakan hikmah dari Allah guna menguji hamba-hamba-Nya hingga nampaklah siapa yang mencari kebenaran dan siapa yang lebih mementingkan hawa nafsu dan sikap fanatisme.”
Kronologi Sejarah
Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, semua dibawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW.
Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.
Kemudian setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Ali Ra. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh Abdullah bin Saba', seorang yahudi yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.
Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid'ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu'tazilah, Syiah (Rawafid),
Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : “bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam. Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah, sedang golongan-golongan ahli bid'ah, seperti Mu'tazilah, Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.
Sunnah Secara Istilah
Yaitu petunjuk yang telah ditempuh oleh rasulullah SAW dan para Sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, 'aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan. As-Sunnah juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan dengan) ibadah dan 'aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah "bid'ah".
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian setelahkau, maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaknya kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin dimana mereka itu telah mendapat hidayah." (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Syaikh al-Albani). (HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676, dan al-Hakim (I/95),
Jama'ah Secara Istilah
Yaitu kelompok kaum muslimin ini, dan mereka adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat; dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun bathin.
Allah Ta'ala telah memeringahkan kaum Mukminin dan menganjurkan mereka agar berkumpul, bersatu dan tolong-menolong. Dan Allah melarang mereka dari perpecahan, perselisihan dan permusuhan. Allah SAW berfirman: "Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (Ali Imran: 103). Dia berfirman pula, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka." (Ali Imran: 105).
Seorang Sahabat yang mulia bernama 'Abullah bin Mas'ud r.a. berkata, "Al-Jama'ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian." (Diriwayatkan oleh al-Lalika-i dalam kitabnya, Syarah Ushul I'tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama'ah)
Jadi Ahlus Sunnah wal Jama'ah, adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejak dan jalan mereka, baik dalam hal 'aqidah, perkataan maupun perbuatan, juga mereka yang istiqamah (konsisten) dalam ber-ittiba' (mengikuti Sunnah Nabi SAW) dan menjauhi perbuatan bid'ah. Mereka itulah golongan yang tetap menang dan senantiasa ditolong oleh Allah sampai hari Kiamat. Oleh karena itu mengikuti mereka (Salafush Shalih) berarti mendapatkan petunjuk, sedang berselisih terhadapnya berarti kesesatan.


Karakteristik Ahlussunnah wal Jama'ah
  1. Mereka mempunyai sikap wasathiyah (pertengahan) di antara ifraath (melampaui batas) dan tafriith (menyia-nyiakan); dan di antara berlebihan dan sewenang-wenang, baik dalam masalah 'aqidah, hukum atau akhlak. Maka mereka berada di pertengahan antara golongan-golongan lain, sebagaimana juga ummat ini berada dipertengahan antara agama-agama yang ada.
  2. Sumber pengambilan pedoman bagi mereka hanyalah al-Qur-an dan as-Sunnah, Mereka pun memperhatikan keduanya dan bersikap taslim (menyerah) terhadap nash-nashnya dan memahaminya sesuai dengan manhaj Salaf.
  3. Mereka tidak mempunyai iman yang diagungkan, yang semua perkataannya diambil dari meninggalkan apa yang bertentangan kecuali perkataan Rasulullah SAW. Dan Ahli Sunnah itulah yang paling mengerti dengan keadaan Rasulullah SAW perkataan dan perbuatannya. Oleh karena itu, merekalah yang paling mencintai sunnah, yang paling peduli untuk mengikuti dan paling loyal terhadap para pengikutnya.
  4. Mereka mendasarkan pemahamannya kepada para Salafush Shalih dan berkeyakinan bahwa metode Salaf itulah yang lebih selamat, paling dalam penge-tahuannya dan sangat bijaksana, karena mereka adalah generasi terbaik dan paling mengenal Nabinya.


Semua artikel diambil dari Majalah Furqon online dengan alamat www.majalahfurqon.com


JANGAN MENCAMPURADUKKAN AGAMA

Ketika dakwah Islam masuk ke tanah Jawa, Sunan Ampel, Bonang, Gunung Jati dan terutama Sunan Giri berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan ajaran Islam secara murni (aqidah maupun ibadah) dan menghindarkan diri dari bentuk singkretisme ajaran Hindu dan Budha. Tetapi sebaliknya Sunan Kudus, Sunan Muria dan Sunan Kalijaga mengkolaborasikan sisa ajaran Hindu dan Budha (sekatenan, ruwatan, shalawatan, tahlilan, upacara tujuh bulanan)di dalam menyampaikan ajaran Islam, yang sampai sekarang masih dijumpai di masyarakat.
Dakwah Nabi Salallahu 'Alaihi Wassalam 14 abad lalu dilakukan terlebih dahulu dengan membangun pondasi akidah selama 13 tahun secara qat'i di tengah-tengah kaum paganis (penyembah berhala) di kota Mekkah. Hal ini agar masyarakat mengerti betul tentang ketauhidan, hanya menyembah satu ilah yaitu Allah Ta'ala, dan ilah-ilah yang mereka sembah sebelumnya adalah bentuk-bentuk dari kebatilan. Setelah itu barulah Beliau mengajarkan syariat-syariat lain, seperti perintah sholat, puasa, zakat, haji serta bagaimana cara bermuamalah. Dengan cara ini Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wassalam memperoleh keberhasilan dalam dakwahnya, sementara Islam mencapai kejayaan hingga menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Berbeda dengan masuknya Islam di tanah air (Indonesia) yang sama-sama di tengah kaum paganis (penganut Hindu, Budha dan kepercayaan animisme dinamisme).
“Dakwah yang dilakukan para ulama kita yang sering disebut walisongo tidak membersihkan pondasi Hindu yang menjadi mayoritas agama masyarakat saat itu. Mereka langsung mendirikan bangunan Islam, tembok, jendela, atap, catnya Islam tapi Hindunya tetap kelihatan. Salah satunya adalah selamatan pada hari ke 7, 40, 100, 100 itu berasal dari kitab Samaweda hal 373 ayat 1. Bunyinya pradiatmahi bibisari krigiagnawibseba ra arang gayamaya jimi prabaseba dwininara yang artinya antarkanlah persembahanmu itu, antarkanlah selamatanmu itu kepada leluhurmu di saat hari pertama, ke 7, 40, 100 mendak pisan mendak pindo dan 1000 hari,” ujar Ida Bagus Erit Budai Winarno, mantan pendeta Hindu yang kini memeluk Islam dengan nama Abdul Aziz.

Langkah Keliru Wali Abangan
Salah satu buku karangan H Makhrus Ali yang mengutip naskah kuno tentang jawa yang tersimpan di musium Leiden Belanda, Sunan Ampel memperingatkan Sunan Kalijogo yang masih melestarikan selamatan : “Jangan ditiru perbuatan semacam itu karena termasuk bid'ah”. Sunan Kalijogo menjawab: “Biarlah nanti generasi setelah kita ketika Islam telah tertanam di hati masyarakat yang akan menghilangkan budaya tahlilan itu”.
Dalam buku Kisah dan Ajaran Wali Songo tulisan H Lawrens pada halaman 41, 64 juga mengupas perbedaan pendapat antara Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunungjati dan Sunan Muria (kaum abangan), dengan Sunan Ampel, Sunan Giri dan Sunan Drajat (kaum putihan) mengenai budaya dan adat istiadat. Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat lama seperti selamatan, sesaji, wayang dan gamelan dimasuki rasa keislaman. Namun Sunan Ampel menentang : “Apakah tidak mengkhawatirkannya di kemudian hari bahwa adat istiadat dan upacara lama itu nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam? Jika hal ini dibiarkan nantinya akan menjadi bid'ah dan syirik?”. Sunan Kudus menjawabnya bahwa ia mempunyai keyakinan bahwa di belakang hari akan ada yang menyempurnakannya.
Akhirnya apa yang dikhawatirkan ulama putihan tersebut menjadi kenyataan. Kondisi umat Islam sangat memprihatinkan. Ajaran syar'i ternoda oleh gado-gado warisan wali abangan, di mana perkara yang sunnah dimatikan dan perkara bid'ah dan syirik tetap dihidupkan.
Allah Ta'ala telah memperingatkan sebagaimanadalam firman-Nya yang berbunyi :
“ Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS al An'am 82).
“Selain bentuk-bentuk tasayabuh, ini adalah kesalahan besar yang sangat membahayakan akidah.Di samping itu ritual selamatan kematian banyak mengandung tipuan. Misalnya orang yang tidak beribadah, tapi dengan digelarnya prosesi selamatan setelah kematiannya akan diampuni dosa-dosanya. Karena itu Imam Syafi'i menentang al-ma'tam, yaitu kumpul-kumpul di tempat keluarga mayat lalu makan-makan.” Ungkap ustadz Umar Abu Ubaidillah Lc di sela-sela kajian salafinya
Bila Agama Meligitimasi Budaya Kafir
Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Ibaratnya tauhid adalah susu murni, dan non tauhid adalah nila, meskipun sebanyak sebelanga susu murni namun cukup dengan nila setitik saja rusaklah susu sebanyak sebelanga itu. Begitulah sifat agama tauhid ini, dan begitulah sifat agama fitrah.
Bagaimanapun juga islam adalah agama fitrah, islam adalah agama suci, dan islam tidak bisa dicampur adukkan dengan kesyirikan atau kekufuran, karena islam bersumber dari tauhid, sedangkan kesyirikan dan kekufuran bersumber dari non tauhid. Ibaratnya tauhid adalah susu murni, dan non tauhid adalah nila, meskipun sebanyak sebelanga susu murni namun cukup dengan nila setitik saja rusaklah susu sebanyak sebelanga itu. Begitulah sifat agama tauhid ini, dan begitulah sifat agama fitrah. Ironisnya kaum mislimin banyak yang tidak memahami nafas agama suci ini yang tidak bisa menerima pencampuran, kaum muslimin justru mencampur adukkan kedalam agama fitrah ini nila-nila kesyirikan dan kekufuran berupa budaya-budaya yang bersumber dari kesyirikan dan kekufuran. Mereka tidak memahami bahwa islam itu butuh kafah, islam butuh totalitas, dan islam tidak bisa menerima pencampuran. “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. 2 : 208)

Setiap muslim yang kurang percaya diri dan menjadikan budaya non muslim atau syirik masuk dalam ritualisasi agamanya, maka pada dasarnya ia beragama dengan tidak kafah, karena masih mencampur adukkan agamanya dengan sesuatu diluar islam. Dan barang siapa masih berbuat demikian berarti ia telah mengikuti langkah-langkah setan yang menghendaki manusia, terutama umat islam, tidak kafah dalam beragama.
Sayang, karena kelalaian dan kesembronoan serta penyimpangan sebagian orang yang dianggap tokoh agama, ulama, kyai, ustad, habib, syaikh, dan sebagainya, menjadikan budaya kafir makin diminati dan makin membudaya ditengah-tengah masyarakat. Umat islam lupa bahwa Nabi saw. telah memberi peringatan tentang ulama akhir zaman yang disebut-sebut sebagai manusia paling buruk, karena dari mulut mereka keluar fitnah, yaitu ajara yang melegitimasi kesyirikan dan kekufuran.

“Dari Ali bin Abi Thalib ra. berkata : “Rasululloh saw. bersabda : “Akan datang pada manusia suatu zaman dimana para ulama adalah seburuk-buruk mahluk di kolong langit, (karena) dari mereka (para ulama itu) keluarlah fitnah, dan fitnah itu akan kembali kepada mereka (baik umat maupun ulama itu sendiri).” (Baihaqi)
Berbagai Budaya Yang Diadopsi Dari Budaya Syirik
Tidak sedikit peribadatan umat islam di Indonesia yang mengadopsi budaya syirik dan kufur, ironisnya dengan sentuhan seorang oknum islam menjadilah budaya syirik dan kufur itu menjadi 'seolah-olah' budaya islam, apalagi dibumbui dengan predikat ajaran wali dan sebagainya yang masih banyak tanda tanya, maka menjadilah masyarakat muslim terjerumus kedalam pengamalan budaya orang-orang syirik dan kufur, tanpa mereka sadari, bahkan mereka banggai.
a. Tumpengan.
Salah satu acara atau budaya umat islam yang banyak dilakukan adalah tumpengan, ketika ada acara apapun biasanya mereka tidak melepaskan diri dari tumpengan. Sungguh tidak bisa dipahami apa maksud dari budaya ini, tetapi yang jelas tumpengan adalah budaya yang dilakukan oleh orang syirik dan jelas-jelas untuk kesyirikan. Sebagaimana diketahui tumpeng merupakan budaya hindu, bukan budaya Islam, tumpeng merupakan simbolisasi dari tri murti, dewa-dewa orang hindu. Tumpeng juga simbolisasi tempat bersemayam Dewa-Dewa Hindu. (dumarcay 1986, 89 91)

b. Nglarung.
Prosesi nglarung sungguh masih banyak kita jumpai pada masyarakat muslim terutama yang tinggal di daerah pesisir, tujuannya tak lain dan tak bukan adalah memohon keselamatan, kesejahteraan, rasa syukur, dan sebagainya. Kepada siapa tujuannya ? Kepada Alloh dan kepada danyang atau penunggu, atau ruh yang menguasai. Mereka beranggapan dan berkeyakinan jika tidak melakukan itu maka (bukannya Alloh yang marah tetapi) ruh, danyang, sang penunggu dan jin-jin itu akan marah dan tidak memberi perlindungan.
Acara ini biasanya dipimpin oleh tokoh agama islam atau ulama setempat, yang disertai dengan pembacaan doa dan lain-lain. Padahal nglarung jelas-jelas merupakan budaya milik umat hindu, islam tidak pernah ada hal demikian. Tujuannya pun juga sama untuk memohon keselamatan kepada dewa-dewa mereka yang mana jika tidak dilakukan dewa akan marah dan tidak melindungi.

c. Slametan/kenduri.
Kenduri berasal dari bahasa asli Genduri, yaitu suatu upacara yang berasal dari agama hindu (islam tidak mengenal kenduri), suatu upacara yang ditujukan kepada para dewa untuk menjauhkan dari kesialan, mendapatkan pertolongan, perdamaian, kemulyaan, keberhasilan, dan sebagainya. Caranya dengan mengadakan sesaji atau persembahan berupa makanan, ingkung, dan sebagainya. Orang hindu meyakini dengan diadakan kenduri maka mereka akan dijauhkan dari kesialan, mendapatkan pertolongan, perdamaian, kemulyaan, keberhasilan, dan sebagainya. Dan jika tidak melakukan itu maka akan terjadi kesialan, peperangan, kegagalan, dan sebagainya.
Sekarang mari kita bandingkan dengan masyarakat muslim yang melakukan kenduri, kenapa mereka melakukannya ? Jawabnya sama tujuannya. Ketika ditanya bagaimana jika tidak melakukan ? Jawabnya tentu takut terjadi hal-hal yang buruk. Tidakkah sama dengan mereka (orang hindu) tujuannya ? (kitab Siwa Sasana, bab Panca Maha Yatnya, kitab Sama Weda hal. 373)

d. Upacara kematian.
Belum lagi acara-acara diseputar kematian, seperti 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari. Ngijing, brobosan, payung kematian, pisau diatas mayit, berbagai macam kembang untuk hiasan mayit dan ditaburkan, sebar uang receh, memotong kelapa, peti mati, dan semua hal seputar kematian yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat muslim itu sesungguhnya merupakan budaya hindu, budaya orang syirik dan kafir. Namun sungguh ironis, dengan sentuhan doa, bacaan, dan logika-logika yang amburadul dari para tokoh agama, menjadilah semua itu terkesan islami. (kitab Weda Smerti, hal. 99)

e. Upacara perkawinan
Bahkan dalam setiap upacara perkawinan yang digelar oleh sebagian besar masyarakat muslim di negeri ini tidak lepas dari ritual dan budaya orang kafir dan syirik, ritual, budaya dan peribadatan hindu. Sebut saja mencari hari baik untuk nikah, Penjor, Kembar mayang, injak telur, kembulan, dan masih banyak lagi upacara dan tatacara pernikahan yang semuanya berasal dari budaya dan keyakinan kafir dan syirik. (kitab Yajur Veda dan Bhagavad Gita)




f. Upacara kelahiran
Demikian pula berbagai macam upacara seputar kelahiran, seperti mitoni, tingkeban, telonan, upacara ari-ari, dan sebagainya, tidak terlepas dari keyakinan dan budaya agama hindu yang jelas-jelas kesyirikannya. Namun karena dikemas dengan tambahan doa dan bacaan Qur'an sehingga terkesan sudah islami, padahal islam tidak pernah mengajarkan seperti itu, bagaimana bisa dianggap islami ? (kitab Upadesa, Ida Bagus Oka Punia Atmaja)
Benarkah Diperbolehkan Mengadopsi Budaya Kafir/Syirik ?

Seharusnya umat islam malu dan tobat diri, betapa tanpa permisi telah menjiplak dan mencuri budaya kafir dan syirik serta diaku dari islam, diaku sebagai budaya islam karena diajarkan oleh para wali, padahal teks sejarah dan keilmiahan yang terkandung dalam sejarah itu masih simpang siur karena minimnya data-data ilmiah. Dan yang lebih penting dari itu, semua budaya, ritual dan peribadatan diatas adalah bukan milik islam, tidak diajarkan oleh islam.
Lalu bisakah berubah menjadi islam dengan dibumbui islam ? Jawabnya tegas, tidak bisa !! Nabi saw. tidak pernah mau kompromi sedikitpun terhadap budaya kafir dan syirik. Bahkan nebeng tempat kesyirikan saja oleh Nabi dilarang apalagi sampai melakukan dan mengadopsi budayanya, tentu makin dilarang.
“Dari Tsabit bin Dhahhak ra. berkata : “Pada masa Rasulullah saw. ada seorang bernadzar hendak menyembelih unta di Buwanah (nama sebuah tempat), lalu ia menemui Rasulullah saw. dan menanyakan hal itu. Lalu Beliau saw. bertanya : "Apakah di situ pernah ada berhala yang disembah?”. Ia menjawab : “Tidak.” Beliau bertanya lagi : “Apakah di situ pernah dirayakan hari raya mereka? (orang musyrik).” Ia menjawab : “Tidak.” Beliau bersabda: "Penuhilah nadzarmu, sesungguhnya nadzar itu tidak boleh dilaksanakan bila ia mendurhakai Allah, memutuskan tali persaudaraan, dan nadzar pada suatu benda yang tidak dimiliki oleh manusia.” (Abu Dawud)

Lihatlah ketegasan Nabi dalam soal penyembahan dan budaya orang syirik, Nabi benar-benar melarang dan memutus hubungan dengan penyembahan dan budaya orang syirik. Bahkan Nabi menyatakan beribadah ditempat yang pernah dijadikan sebagai perayaan budaya orang syirik saja dianggap sebagai mendurhakai Alloh. Kenapa Nabi tidak membolehkan saja toh pasti sahabat tadi dalam melakukan penyembelihan memakai tatacara islam ? Karena ternyata legitimasi islam dalam peribadatan dan budaya syirik itu tidak ada.


Barang siapa meniru ia akan menjadi
Rasul saw. telah bersabda dalam hadis sahih :
"Barang siapa yang tasyabbuh (menyerupai) pada suatu kaum maka ia (akan menjadi) termasuk kaum tersebut.” (Abu Dawud)
Al-Qari rahimahullah berkata dalam mengomentari hadis diatas : "Siapa yang menyerupai orang-orang kafir (atau orang musyrik) semisal dalam berpakaian (dalam budaya) dan selainnya. Atau ia menyerupai orang-orang fasik, atau orang-orang fajir (jahat) atau dengan pengikut tashawwuf (maka ia termasuk seperti mereka) atau menyerupai orang-orang yang berbuat kebaikan (maka iapun juga termasuk orang yang berbuat kebaikan). (Barang siapa meniru pasti akan menjadi) yakni dalam dosa ataupun dalam kebaikan." ('Aunul Ma'bud, 11/51)

RITUAL HINDU DALAM BUDAYA ISLAM

"Masih banyak umat Islam di Indonesia yang mayoritas masih menjalani tradisi keagamaan dari nenek moyang tanpa dalil yang shahih dari Al Quran dan Hadist. Akibatnya, banyak umat yang bangga dengan ritualnya tetapi itu kepunyaan agama lain (Hindu).” Demikian diungkapkan ustadz Abdul Aziz S.Ag (Hindu), mantan pendeta agama Hindu yang mualaf, pada sebuah tabligh akbar bertajuk kesaksian mantan pendeta tentang banyaknya amalan ibadah agama Hindu yang diamalkan umat Islam.
Ia mengatakan saat ini menjamur amalan umat agama lain yang tanpa sadar diamalkan umat Islam. Padahal hal tersebut tidak ada dalil dan dasarnya di dalam Alquran maupun hadis Rasulullah saw. “Masih banyak ritual umat Islam ini mengamalkan ajaran agama Hindu,” kata ustadz yang lulusan Pendidikan Guru agama Hindu. Menurut dia, berkembangnya amalan agama lain yang diamalkan umat Islam, lantara agama Hindu masuk Indonesia pada abad ke-8, sedangkan agama Islam masuk pada abad ke-14. "Wajar pengaruh agama lain dalam amalan ibadah umat Islam terpengaruh dengan agama lain yang lebih dulu masuk ke Indonesia," papar pemilik nama asli Ida Bagus Erit Budi Winarno, yang berasal dari kasta Brahmana. Ia mencontohkan beberapa amalan yang diamalkan umat Islam menyerupai ajaran agama Hindu yang meliputi Pernikahan, Kelahiran, Kematian, Selamatan/Syukuran. *
Seputar Pernikahan
Kembar Mayang.
Yakni dua buah rangkaian hiasan dengan bahan utama janur (daun kelapa) yang dhias sedemikian rupa lalu ditancapkan pada dua potong batang pisang dengan posisi berdiri. Kembar mayang itu sendiri ditancapkan pada dua buah bokor (bejana dari perunggu atau kuningan).
Daun kelapa tersebut dirangkai dalam bentuk gunung, keris, cambuk, payung, belalang, burung. Selain janur dilengkapi pula dengan daun-daun lain seperti daun beringin, puring, dadap srep dan juga dlingo bengle. Makna dari kembar mayang adalah untuk membuang sial/mbucal sengkolo (tolak bala) pada pengantin pria. Didalam pernikahan MC juga mengatakan “….kembar mayang bade kabucal wonten ing prosekawan kagem mbucal sengkala (pen: untuk membuang sial)”. Dalam fakta kehidupan banyak orang Jawa yang takut untuk tidak memakai kembar mayang ketika menikahkan anaknya. Hal demikian membuktikan bahwa menggunakan kembar mayang bukan sekedar tradisi belaka dengan berbagai argumentasi filosofi simboliknya, tetapi telah menjadi tradisi yang bermuatan keyakinan yang diikat kuat didalam hati (menjadi aqidah). Maka tertanamlah di hati masyarakat rasa tidak tenang, was-was dan takut akan terjadi bahaya (sesuatu yang tidak baik) jika tidak menggunakannya. Hanya sedikit orang Jawa muslim yang telah tercerahkan yang kemudian dengan percaya diri meninggalkan kembar mayang.
Hari Baik
Menentukan hari baik ini sangat dipegang dan diperhatikan betul-betul oleh masyarakat Indonesia (Jawa khususnya). Hal ini diambil untuk menentukan hari pernikahan berdasarkan penghitungan tanggal lahir calon pengantin laki-laki dan calon pengantin wanita. Jika ternyata hasil penghitungan yang dilakukan oleh orang pinter (dukun) dinyatakan jelek, maka pernikahan harus diundur atau diajukan, yang penting untuk menghindari hari apes tersebut. Atau bisa dilakukan pada hari/weton tertentu, atau bisa dilakukan dengan membayar sejumlah tumbal menurut petunjuk dukun tersebut, dan yang paling tragis pernikahan tersebut harus dibatalkan.



Injak Telur dan Balang-balangan
Hampir semua perayaan resepsi adat Jawa selalu melakukan ritual injak telur pada saat acara temon (ditemukannya kedua mempelai). Kaki pengantin putra harus menginjak telur hingga pecah lalu dibasuh dengan air bunga oleh pengantin wanita. Jika hal in itidak dilakukan diyakini kelak sulit untuk mendapatkan keturunan.
Seputar Kelahiran
Selamatan Selama Usia Kehamilan
Dari mulai tiga bulan (neloni), empat bulan (mapati) dan tujuh bulan (tingkepan) harus dilakukan selamatan kenduri dengan memanggil paratetangga untuk membacakan do'a agar janin yang dikandung selamat dari marabahaya.
Pada acara tujuh bulan terdapat berbagai ritual lain seperti memecah dua buah kelapa muda yangterlebih dahulu diberi gambar Bathara Kumajaya dan Bathari Kumaratih. Dua dewa untuk sebagai simbol ketampanan dan kecantikan. Karena itu dengan melakukan ini diyakini kelak anak yang akan lahir akan tampan jika laki-laki dan cantik jika wanita.
Di samping itu ada keyakian jika kelapa tersebut dibelah terbelah maka anak yang akan lahir adalah laki-laki atau sebaliknya. Tiga Bulan, Tujuh Bulan. Saat usia kehamilan menginjak 3 dan 7 bulan, maka akan diadakan sebuah acara (yang diyakini) guna memperoleh keselamatan dan kebaikan bagi janin bayi dan juga ibu yang tengah mengandung. Keyakinan ini diikuti dengan perasaan takut dan khawatir jika tak dilaksanakan maka akan dating suatu keburukan dan bahaya.

Kelahiran dan Selapanan.
Setelah bayi lahir biasanya diadakan melek-melek (begadang sampai pagi) hal in untuk menjaga agar bayi tersebut selamat dari marabahaya yang datang pada malam hari, namun tradisi ini mulai hilang di masayrakat perkotaan. Beberapa hri setelah tali pusar putus maka dilakukan selamatan dengan membuat nasi urap yang dibagi-bagikan tetangga sebagai ucapan syukur karena bayinya selamat. Acara ini dilanjutkan pada hari ke 35 atau yang biasa disebut selapanan. Tujuannya untukmemebri nama si jabang bayi. Upacara in biasanya diiringi dengan bacaan barzanji dziba,, pada saat asyraqal si jabang bayi digendong keliling, setiap orang dianjurkan menggunting ujung rambut dan mengolesi madu pada bibir atau kening.
Seputar Kematian
Brobosan.
Berjalan di bawah keranda yang di dalamnya ada mayit, dilakukan dari kanan ke kiri. Dilakukan oleh saudara si mayit urut dari yang tertua hingga yang termuda.
Payung bagi si mayit. Banyak muslim yang tak paham dengan perbuatan tersebut, namun banyak juga yang mengira dengan dipayungi si mayit tidak merasakan panas sejak diberangkatkan dari rumah menuju makam.
Bedah bumi
Yaitu bacaan do'a pasca pemakan dengan membuat tumpeng belah, yaitu tumpeng kerucut dibelah dan ditata dengan saling membelakangi. Maksudnya agar si mayit di dalam kubur tidak terjepit tanah.
Selanjutnya dibacakan do'a dengan mengundang para tetangga pada hari ke tujuh, empat puluh, seratus, peringatan tahun pertama (mendak pisan), tahun ke dua (mendak pindo) dan diakhiri pada hari keseibu (nyewu).**

RITUAL PENGUBURAN ARI-ARI

Pasca proses persalinan putra pertamanya, Fulan segera diperintahkan oleh kedua mertuanya segera membawa pulang plasenta untuk dukuburkan. Sesampai di rumah Fulan mencari mbok Marto lengo (karena sehari-harinya berjualan minyak tanah), dukun bayi terkenal dari kampung Ngestimulyo. Oleh mbok Marto plasenta tersebut dicuci dengan air dicampur garam kemudian dimasukkan ke dalam periuk.
Selanjutnya Fulan disuruh membeli beberapa perlengkapan untuk diisikan kedalam periuk seperti pensil, kaca kecik berukuran 3 X 4 centimeter, sisir, jarum, benang jahit, buku tulis kemudian Fulan diperintahkan menggendong periuk berisi plaswenta di pinggang sebelah kanan, lalu dikuburkan di sebelh kiri pintu atau pekarangan rumah dan diberi penerangan selama 42 hari..
“Pensil itu biar nantinya anak yang baru lahir ini gemar menulis. Kaca kecil dan sisir itu biar kalau laki-laki tampan, kalau perempuan cantik, inikan disimbolkan agar rajin bercermin dan bersisir. Jarum itu artinya biar otak si jabang bayi setajam jarum ini, buku tulis bia rajin belajar agar menjadi anak cerdas. Cara menggendongnya pun harus di sisi pinggang kanan, sebab kalau di sisi sebelah kiri anak ini nantinya berperilaku buruk.” Ungkap mbok sambil membenarkan susur yang menempel di bibir 15 tahun yang lalu.
Bagaimana kalau plasenta itu dibuang atau dilarung? “Hus kasihan anaknya, nanti dia jarang pulang ke rumah, kerjanya kluyuran terus sampai jauh.” Tukasnya
Warisan Hindu
Ari-ari atau plasenta secara medis berfungsi sebagai penyedia makanan dan saluran lainnya, yang menghubungkan antara janin dengan ibunya, yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan nasib si anak di masa datang. Meskipun dilakukan bentuk upacara seperti tersebut di atas, jika si anak kurang cerdas, tetap akan bodoh. Tidak ada bukti-bukti kuat yang membenarkan keyakinan tersebut. Itu hanyalah khurafat yang bersumber dari ajaran Hindu. (buka http://stitidharma.org/upacara-ari-ari/ berisi Stiti Dharma Online asuhan Bhagawan Dwija, pendeta Hindu asal Bali). Anehnya, banyak orang melakukannya tanpa pernah tahu dari mana sumber dalilnya dan hubungan sebab akibatnya. Seharusnya mereka lebih mengedepankan hal-hal yang ilmiyah ketimbang sesuatu yang irrasional.
Pandangan Syariah Islam?
Rasulullah shalallahu alalihi wassalam (baik Al-Quran, sunnah maupun ijma ulama) tidak pernah mengajarkannya. Oleh karena itu bila seseorang percaya dan meyakini hubungan ghaib antara plasenta dengan nasib seseorang jelas perbuatan khurafat yang dapat merusak akidah. Karena mereka meyakini seolah nasib seseorang (si jabang bayi) ditentukan oleh plasentanya, bukan oleh tugas pendidikan dari kedua orang tuanya dan lingkungannya. Padahal tegas sekali disebutkan bahwa nasib seseorang tergantung dari upaya (ikhtiar) seseorang serta doa-doa yang dipanjatkan.
Sementara untuk masalah doa yang dipanjatkan, Allah Ta'ala telah menetapkan bagaimana tata caranya hamba-Nya memohon. Bila tidak sesuai dengan aturan main yang ditentukan Allah, doa itu bukan saja tertolak, tetapi malah akan menimbulkan bencana. Misalnya ritual perlakuan terhadap plasenta yang cenderung syirik itu, bukan nasib baik yang akan diterima oleh bayi dan keluarga itu, malah boleh jadi sebaliknya.
Kalau sekedar mengubur palsenta di dalam tanah, tanpa niat apapun kecuali untuk kebersihan dan kesehatan lingkungan, tentu boleh dan baik. Sebab plasenta itu akan segera membusuk bila tidak dipendam. Jalan terbaik memang dipendam saja, agar tidak merusak lingkungan tanpa ada iringan apapun

ANTARA BAPAK DAN SUNNAH

Ambisi sang ayah untuk dapat menggantikannya menjadi seorang kyai membuat Dhofir semakin didoktrin berbagai peribadatan dan dituntut menguasai kitab-kitab klasik.
Sejak kecil kental dengan nuansa Islam tradisional. Maklum dirinya adalah putra seorang kyai dan petinggi salah satu ormas Islam di Desa Pasir Kecamatan Mijen Kabupaten Demak yang disegani dan dihormati. Karena itu tidaklah heran jika Mohammad Dhofir sejak kecil sudah digembleng ajaran berpaham Islam tradisional yang kolot dan fanatik. Ambisi sang ayah untuk dapat menggantikannya menjadi seorang kyai membuat Dhofir semakin didoktrin berbagai peribadatan dan dituntut menguasai kitab-kitab klasik. Hal ini terlihat setiap kali datang hari-hari besar Islam atau acara-acara tertentu, Dhofir selalu duduk di antara para kyai atau menjadi orang penting (panitia utama).
“Dulu setiap kali datang Maulid Nabi, khotmil Qur'an dan lain-lainnya saya berusaha bagaimana acara ini bisa meriah semeriah mungkin. Misalnya dengan mendatangkan grup-grup kasidah yang terkenal dari Demak atau Jepara. Belum lagi kalau pas Ramadhan atau kegiatan-kegiatan lain, bapak selalu berusaha agar saya tampil di depan. ” Ungkap lelaki yang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren al-Mu'ayat Surakarta ini.
Namun nasib berkata lain, ketika dirinya melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di UNS Surakarta, tepatnya setelah ia bergaul dengan teman-temannya yang sebagian besar sering mengikuti kajian MTA. Pemahaman yang dulu fanatik pada tradisional pelan-pelan tergerus. Dhofir sendiri sedikit demi sedikit berubah hingga akhirnya ia benar-benar meninggalkan budaya yang ia lakukan sejak kecil tanpa sepengetahuan orang tua di kampung.
Ujian Pertama
Ternyata apa yang dilakukan Dhofir tidaklah semulus yang ia bayangkan. Cobaan awal terjadi ketika ia pulang ke kampung halaman, tepatnya pada saat liburan Hari Besar MauludNabi pada tahun 2006 lalu.
“Pada saat malam khataman Maulud di masjid dirayakan besar-besaran, bahkan kyainya didatangkan dari Semarang langsung dengan pembacaan barzanzi oleh habib terkenal dari Solo. Saya disuruh ikut ke atas panggung oleh bapak. Awalnya saya menolak dengan pelan dan sopan. Bapak mendesak, saya pun akhirnya mengungkapkan bahwa semua itu sudah saya tinggalkan. Kontan bapak marah besar. Saya dipaksa pokoknya kalau batinnya menolak dzohirnya saja harus mau demi bapak. Karena kalau saya tidak tampil bapak malu dan kecewa punya putra yang diandalkan kok ternyata begitu tetapi saya tetap menolak mas.” Pertengkaran antara bapak dan anakpun tak bisa terelakkan lagi. Sehabis magrib Dhofir dimarahi habis-habisan.
“Bapak marah besar sampai orang-orang pada melihatku. Puncak kemarahan bapak ketika dia mengatakan ilang-ilangan ndog siji (rela kehilangan telursatu yatu dirinya-red). Saya pun berusaha menenangkan diri dan meminta maaf kepada bapak bukan karena menolak ikut barzanzi itu. Tangan bapak saya pegang saya disampluk. Saya berusaha memegangi kaki bapak tapi dia tetap menolak. Akhirnya apa boleh buat, saya pun masuk kamar dengan pikiran yang nggak karuan waktu itu.”
“Sejak itu bapak sudah nggak mau lagi berbicara ataupun bertatapan dengan saya hingga beliau jatuh sakit karena saya. meskipun orang-orang terutama keluarga pada menghujat yang katanya semua itu gara-gara saya. Tapi saya tetap berusaha birul walidain, hormat dan berbakti terhadap bapak hingga dipundut (meninggal-red). Bagi saya memang itulah yang harus saya jalankan mas. Terserah, orang-orang mau berkata apa padaku tapi saya berusaha kuat untuk meninggalkan kebiaaan-kebiasaanku sejak kecil, termasuk pada saat menggelar acara tahlilan selama 7 hari di rumahku.